Klitih adalah
sebuah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan kenakalan dan kejahatan
jalanan. Klitih saat ini masih terus terjadi di wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY/baca: Jogja) dan menjadi perhatian banyak pihak dari mulai
kalangan pemerintah, swasta dan bahkan banyak masyarakat
yang geram melihat
klitih masih marak terjadi saat ini. Disadari atau tidak, adanya klitih itu
akan merusak branding Jogja sebagai kota yang istimewa, sebagai kota pelajar,
kota budaya, kota wisata dan sebagainya. Branding positif yang dimiliki Jogja
akan bisa pudar jika klitih dibiarkan terus berlarut-larut, tidak segera
ditangani dengan serius dan dituntaskan. Jangan sampai klitih kemudian menjadi
branding budaya negatif baru dari kota yang kita cintai.
Banyak sektor
yang akan terdampak, jika klitih tidak segera ditangani dengan serius. Dari
mulai sektor wisata, ekonomi, pendidikan dan sekor-sektor lain yang berkaitan
dan dirasakan langsung oleh masyarakat Jogja. Padahal semua sepakat bahwa,
klitih bukanlah merupakan budaya masyarakat Jogja. Sebagaimana diketahuai
bersama bahwa masyarakat Jogja adalah masyarakat yang saling menghormati, saling
menjaga kebersamaan, toleran dan guyub
rukun.
Penanganan
tindak kenakalan dan kejahatan jalanan klitih harus dilakukan secara komperhensif.
Tidak hanya masalah penindakan tetapi juga harus ada upaya prefentive dan
pencegahannya. Tidak hanya menjadi domaintnya pihak kepolisian, tetapi juga
harus melibatkan semua pihak baik itu pemerintah, swasta, ormas, sekolah bahkan
sampai ke RT/RW dan keluarga (khususnya orang tua). Artinya, bahwa pencegahan
dan penanganan klitih menjadi tanggung jawab bersama. Mengingat klitih sebagian
besar pelakunya merupakan remaja yang rata-rata berstatus pelajar dan mahasiswa
maka keterlibatan sekolah dan khususnya keluarga menjadi sangat penting dalam
upaya pencegahan klitih di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Saat kenakalan
remaja beralih menjadi tindak kejahatan yang merugikan orang lain, baik itu
moral maupun secara materi, maka yang harus dipertanyakan adalah keluarganya.
Apakah keluarga remaja pelaku klitih tersebut sudah menjalankan fungsinya
sebagai keluarga dengan tepat? Mengingat bahwa keluarga menjadi
entitas terpenting bagi kehidupan seseorang sejak ia kanak-kanak remaja sampai
dewasa. Melalui keluarga, karakter dan kebiasaan seseorang terbentuk.
Pendidikan yang pertama pun berlangsung di dalam keluarga, bukan sekolah.
Hilangnya peran penting keluarga dalam kehidupan seorang anak mampu menumbuhkan
perilaku negatif yang ia bawa hingga remaja dan dewasa.
Karena itulah,
perlu kiranya memahami fungsi keluarga dengan baik saat kita memutuskan untuk
berumah tangga. Berikut ini adalah fungsi-fungsi keluarga dan tanggung jawabnya
yang harus dipenuhi, untuk membentuk anggota keluarga yang utuh serta siap
bersosialisasi di tengah masyarakat.
1. Fungsi Agama
Keluarga adalah sekolah agama pertama untuk anak, juga
jadi tempat untuk memberi, mengajar dan mempraktekkannya. Orang tua bertanggung
jawab untuk menanamkan nilai agama, juga mengamalkannya sehingga si anak pun
mengenal identitas agamanya sendiri. Keluarga yang berhasil menerapkan nilai
agama, maka akan terbentuk fondasi kuat dalam jiwa sang anak yang tentunya akan
tumbuh mejadi remaja dan dewasa.
2. Fungsi Kasih Sayang
Sebelum anak lahir, ia sudah mendapatkan kasih sayang
dari keluarga. Merasakan kasih sayang dan tahu jika ia disayangi akan
membuat anak tumbuh menjadi seorang penyayang pula. Ini modal yang berharga
supaya anak ketika tumbuh mejadi remaja dan dewasa bisa menumbuhkan rasa kasih
sayang dalam konteks yang lebih luas di masyarakat, mengurangi bibit permusuhan dan
anarkisme dalam masyarakat.
3. Fungsi Perlindungan
Idealnya keluarga mampu memberikan rasa aman dan
nyaman kepada setiap anggota keluarganya (baitu
jannati; rumahku surgaku). Memang sesekali pasti ada konflik dalam
keluarga, tapi pastikan diselesaikan dengan kepala dingin dan hindari kekerasan
verbal, diskriminasi,
dan pemaksaan kehendak, apalagi sampai terjadi kekerasan fisik.
4. Fungsi Sosial Budaya
Keluarga juga punya peran penting dalam
memperkenalkan anak kepada nilai-nilai sosial budaya yang ada di masyarakat.
Terlebih lagi di Jogja, sopan santun sangat dijunjung tinggi, dengan berbagai
macam norma, adat istiadat, dan budi pekerti yang berlaku di masyarakat. Dari
anggota keluarga yang lebih tua lah anak bisa belajar bagaimana harus bersikap
terhadap orang yang lebih tua dan mempelajari hal-hal yang pantas dan tidak pantas
dalam budayanya.
Misal salah satunya adalah sopan santun kepada yang
lebih tua, misal mencium tangan atau membungkukkan badan sedikit saat lewat di
depan orang lain, terutama mereka yang usianya lebih tua. Anak akan mempelajari
hal yang baik dan buruk dalam sosial budaya dari keluarga.
5. Fungsi Reproduksi
Semua orang tahu jika tujuan orang menikah adalah
untuk mendapatkan keturunan, atau bereproduksi. Dengan pernikahan yang sah
secara agama dan negara maka keluarga merupakan entitas yang menghasilkan
generasi baru. Pastikan menanamkan pendidikan seks sejak anak masih kecil,
sesuaikan dengan usianya sehingga anak memiliki pendidikan seks yang cukup. Pendidikan
seks sejak dini dan sikap menghargai lawan jenis perlu ditanamkan dalam
keluarga.
6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
Anak akan belajar bersosialisasi pertama kali dengan
keluarganya, yakni dengan orang tua dan juga saudaranya yang lain. Pada saat
itu, anak akan mendapatkan proses pendidikannya yang pertama secara natural dan
efektif. Jadi sangat penting orang tua memiliki frekuensi dan pemahaman yang
sama dalam memberikan pendidikan supaya bisa satu tujuan dalam mendidik anak.
7. Fungsi Ekonomi
Kondisi ekonomi sebuah keluarga biasanya
mempengaruhi keharmonisan keluarga. Sehingga menjadi penting untuk mengajarkan dan memberi contoh anak untuk
bisa berhemat sejak kecil, budayakan gemar menabung dan jangan berfoya-foya.
Hal ini penting untuk mengajarkan anak supaya cerdas secara finansial dan mampu
mandiri saat ia remaja dan dewasa kelak.
8. Fungsi Pembinaan Lingkungan
Keluarga bisa membentuk anak untuk mencintai
lingkungannya sejak dini. Kenalkan gaya hidup ramah lingkungan pada anak dengan
mempraktekkannya sehari-hari. Misalnya dengan tidak boros listrik dan air,
jangan mubazir makanan dan buang sampah pada tempatnya. Begitu
juga dengan kebiasaan peduli dengan lingkungan sekitar seperti tetangga dan
masyarakat secara umum.
Memang tidak mudah untuk menjalankan keseluruhan
fungsi-fungsi keluarga tersebut dengan sempurna, apalagi dengan kepala setiap
orang yang berbeda walaupun masih satu keluarga. Diperlukan komunikasi yang
baik dan terbuka supaya bisa bermusyawarah, serta menjalankan semua fungsi
keluarga dengan baik. Setidaknya dengan ikhiar yang sungguh-sungguh untuk menerapkan
fungsi-fungsi keluarga bisa mecegah tidak kenakalan
dan kejahatan jalanan atau yang biasa disebut klitih di wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta.(*)
0 Comments