Kades Terbah, Giyanto. |
Acara dibuka oleh Kepala Desa Terbah, Giyanto. Bertindak sebagai narasumber adalah Muhammad Amirudin, SSos (Kasi Dalduk DP3AKBPMD Kabupaten Gunungkidul), Nani Asyfiah, SSos, MSi (Kabid PAUD dan PNF Dikpora
Kabupaten Gunungkidul), dan Heru Triono, SSos dari DP3AP2 Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam sambutannya Giyanto mengatakan bahwa ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta
mengandung kemampuan fisik materiil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin.
Sedangkan arah yang dituju dalam konsep ketahanan keluarga adalah membentuk keluarga tangguh yang mampu menjalankan fungsi keluarga dengan baik.
"Pertemuan ini sangat bermanfaat bagi saya dan masyarakat Terbah pada umumnya, mengingat Desa Terbah sebagai salah satu lokus stunting dari sembilan desa lokus stunting yang ada di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2020 ini. Apalagi Desa Terbah juga merupakan Desa Kampung KB yang pertama kali di bentuk di Kecamatan Patuk, yaitu pada tahun 2018," kata Kades.
Pemaparan materi yang pertama disampaikan oleh Muhammad Amirudin dengan judul, Ketahanan Keluarga. Dikatakan oleh Amirudin bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami- istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.
Mengapa ketahanan keluarga itu penting, kata Amir, karena keluarga adalah lingkungan pertama dan utama dalam pembinaan tumbuh kembang anak dan sebagai tempat belajar bagi anak dalam mengenal dirinya sebagai makhluk sosial.
Dengan demikian, tekan Amir, hanya keluarga yang berketahanan yang akan mampu menepis pengaruh negatif yang datang dari luar. Ketahanan keluarga bertujuan untuk membentuk keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan hidup mandiri serta mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis
sesama anggota keluarga dan lingkungannya dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
Nani Asfiyah, SSos, MSi. |
Lebih lanjut Amirudin mengatakan bahwa untuk mewujudkan keluarga yang
berkualitas, perlu masing-masing keluarga memahami dan melaksanakan fungsi-fungsi yang terangkum dalam 8 fungsi keluarga. Dalam setiap fungsi terdapat nilai-nilai moral yang harus diterapkan dalam keluarga melalui sikap dan perilaku orangtua yang akan menjadi teladan bagi anaknya.
Dalam mensikapi situasi yang sedang terjadi saat ini, yaitu mewabahnya covid 19, maka diharapkan agar keluarga tetap bekerja di lingkungan rumah, menjauhi
kerumunan orang dan jaga jarak bila bertemu dengan orang lainnya serta mencuci tangan dengan menggunakan air yang mengalir, demikian Amirudin mengakhiri pemaparannya.
Pemaparan materi yang kedua disampaikan oleh Nani Asyfiah dengan judul, Penanaman Nilai nilai Karakter pada PAUD Guna Mempersiapkan Generasi Emas untuk Membentuk Keluarga Tangguh. Dikatakan Nani bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Mengingat anak usia dini ini adalah masa-masa yang sangat menentukan, maka juga dinamakan dengan masa usia emas (golden age). Anak usia dini menempati hampir 10% penduduk, merupakan generasi pewaris masa depan.
Membangun karakter, lanjut Nani, adalah upaya penanaman nilai-nilai kehidupan (pemahaman yang positif, membiasakan bersosialisasi, hubungan spiritual dengan Tuhan) sehingga terbentuk karakter yang baik.
Lebih lanjut Nani Asyfiah mengatakan bahwa untuk membentuk karakter anak yang kreatif, maka anak tersebut agar membiasakan melakukan sesuatu secara mandiri, memberi kebebasan anak berkreasi secara bebas akan tetapi dalam pengontrolan orangtua serta mengajarkan anak melakukan sesuatu dan tagihan secara berulang dan yang baru. Sedangkan yang harus dilakukan orang tua dalam membangun karakter anak adalah menumbuhkan pemahaman positif kepada anak, membiasakan bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan serta membangun hubungan spiritual dengan Tuhan.
Dari sisi pola asuh anak, Nani Asyfiah membeberkan bahwa pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan orangtua pada anak dan bersifat konsisten (tetap) dari waktu ke waktu. Pola asuh ini merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan -aturan, hadiah-hadiah maupun hukuman.
Ada beberapa jenis pola asuh yang harus kia ketahui bersama, yaitu pola asuh permisif. Pola tersebut bersikap mendukung berlebihan namun kontrolnya rendah, memberikan kebebasan terhadap anak untuk menyatakan dorongan keinginannya.
Kemudian ada juga pola asuh otoriter, yaitu pola pengasuhan yg bersifat pemaksaan, keras dan kaku, dimana orangtua akan membuat berbagai aturan yg harus dipatuhi oleh anakanaknya tanpa mau tahu perasaan anak. Akibatnya anak tidak bahagia, selalu berada dalamketakutan, mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah.
Selanjutnya adalah pola asuh demokratis. Pada pola tersebut, orang tua yang memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor bantuan dan pengawasan yang baik dari orang tua.
Yang terakhir, kata Nani, adalah pola mengabaikan atau tidak memperdulikan anak. Orang tua dengan pola asuh ini mengabaikan keberadaan anak dan menunjukkan ketidakpedulian terhadap anak.
Pemaparan materi yang ketiga disampaikan oleh Heru Triono dengan judul, Sosialisasi Kebijakan Ketahanan Keluarga. Dikatakan bahwa permasalahan ketahanan keluarga di DIY telah jadi sorotan publik, yang ditandai tingginya angka perceraian. Hal ini mencerminkan betapa rentannya keluarga terhadap masalah yang dipicu faktor internal maupun eksternal. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut sudah banyak dilakukan oleh banyak pihak (Pemda, organisasi kemasyarakatan, toma, dan lain-lain). Meskipun demikian, permasalahan ketahanan keluarga masih belum teratasi seluruhnya dikarenakan kebijakan baru bersifat sectoral. Tiap sector bekerja dengan kebijakan sendiri sehingga berakibat tumpang tindih dan tidak ada sinergitas.
Kader Desa Terbah penuh khidmat mengikuti materi. |
Ruang lingkup dalam ketahanan keluarga, kata Heru, dibagi dalam 2 tahapan besar. Yang pertama pra pernikahan yang difokuskan kepada masa perkembangan sejak anak-anak hingga dewasa dan secara khusus calon pasangan yang akan melaksanakan pernikahan. Yang kedua adalah pasca pernikahan, yang melingkupi pasangan di awal menikah, prenatal, saat memiliki anak usia dini, remaja hingga tua.
Acara sosialisasi kebijakan ketahanan keluarga diakhiri pada jam 12.00 WIB dan ditutup dengan doa bersama.(*)
[Drs Jumadal, PKB Kecamatan Patuk]
0 Comments