Profil
edisi ini menampilkan tiga orang pegawai (PNS) yang di tahun 2019 ini memasuki
masa purna tugas (pensiun). Seorang staf gudang logistik—yang tiap hari
mengurusi distribusi alat dan obat kontrasepsi, dan dua orang PLKB.
Pertama
adalah Narhudiyanto, pria kelahiran
Gunungkidul, 01 Juni 1961. Lahir dari sepasang keluarga desa, Manto Sentono dan
Wasiyem. Pendidikan terakhir orangtua Narhudi adalah SD, orangtuanya
kesehariaanya berkerja sebagai petani. Pendidikan terakhir Narhudiyanto adalah
SMEA/SLTA di Wonosari. Pria yang akrab disapa Lek Nar ini mempunyai seorang
istri bernama Sri Lestari, kelahiran Gunungkidul, 05 Mei 1967, yang pendidikan
terakhirnya adalah SMP. Lek Nar sendiri bersama keluarganya bertempat tinggal,
hingga sekarang, di Dusun Gandu RT 03/RW 05, Desa Bendungan, Kecamatan
Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul.
Pria
yang gemar makan soto ini memulai karir perkerjaannya pada tahun 1986 dengan
berkerja sebagai staf BKKBN Gunungkidul. Selanjutnya pada tahun 2004 berkerja
sebagai staf di Dinas Kependudukan, dan setelah 2 tahun berikutnya tepatnya
tahun 2006 ia berkerja sebagai staf di BPMPKB, dan hingga terakhir beliau bekerja
sebagai Staf di DP3AKBPM dan D Gunungkidul, dengan jabatan terakhir beliau
Penata III/c.
Narhudiyanto
sendiri dikarunia 2 orang anak; yang pertama bernama Riana Agung Prawita, lahir
pada tahun 1989 dengan pendidikan terakhir SLTA, sedangkan anak kedua bernama
Amin Dwi Rahayu lahir pada tahun 1998 dengan pendidikan terakhir adalah STIKES.
Narhudiyanto memiliki menantu yang bernama Singgih Mazuan, serta seorang cucu
bernama Wisnu Eka Putra.
Pria
yang kesehariannya gemar memelihara sapi ini mempunyai kesan yang baik dalam
perkerjaanya. Beliau merasa senang dengan pekerjaannya selama ini, karena
dituntut harus teliti dalam melaksanakan perkerjaannya. Kepada teman-teman,
khususnya para PKB se-Gunungkidul, beliau berpesan agar, “Bekerjalah sesuai
aturan yang ada dan berlaku, supaya sukses dan lancer dalam pekerjaan.”
Keseharian
Lek Nar sekarang sebagai petani dan peternak. Beliau mempunyai kata mutiara
yang selama ini menjadi semacam pegangan untuk dia menjalani hidupnya: “Muda
foya-foya, tua berkarya, mati masuk surga”. Cita-cita beliau setelah memasuki
masa pensiun adalah sehat, aktivitas lancar, serta bisa selalu salat tepat waktu.
***
Yang
kedua adalah Jamingan. Pakde Jam, panggilang akrabnya, adalah pria kelahiran
Gunungkidul, 19 Juni 1961. Lahir dari pasangan Imam Mawari dan Rubinem. Pendidikan
terakhir orangtuanya adalah SD, dan keseharian mereka adalah bekerja sebagai
petani. Pendidikan terakhir Jamingan adalah SMA. Pakde Jam mempunyai seorang
istri bernama Sugiyati, kelahiran 08 November 1966, dengan pendidikan terakhir SMA.
Jamingan sendiri bersama keluarganya bertempat tinggal di Dusun Karangijo Kulon,
RT 02/RW 07, Desa Ponjong, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul.
Pakde
Jam gemar sekali makanan khas Gunungkidul, yakni nasi thiwul dan sayur lombok.
Jamingan memulai karir perkerjaan
tepatnya tahun 1989 dengan berkerja sebagai capeg BKKBN, selanjutnya pada tahun
1990 berkerja sebagai PNS, dan setelah 7 tahun, tepatnya tahun 2007, ia
berkerja di Dinas Kesehatan sampai 2009, hingga terakhir beliau berkerja
sebagai PLKB di DPAKBPM dan D Gunungkidul dengan pangkat terakhir beliau IV/a.
Jamingan
dikarunia 2 orang anak; yang pertama bernama Susi Indriyani, lahir pada tahun
1989, pendidikan terakhir SMA, sedangkan anak kedua bernama Saban Hamidi lahir
pada tahun 1997, pendidikan terakhir adalah SMA. Jamingan memiliki menantu yang
bernama Inan serta memiliki cucu bernama Pavas Kartika Anggraeni.
Pakde
Jam dalam kesehariannya setelah masuk purna menekuni kegiatan berternak. Beliau
punya kesan yang mendalam soal pekerjaannya, bahwa beliau sudah merasakan segala
suka dan duka dalam bekerja, dan menjadi pengalaman yang berharga. Pakde Jam
berpesan untuk teman-temannya, khususnya PKB se-Gunungkidul, bahwa, “Semua
teman-teman harus kompak dalam bekerja. Jika kompak, insya Allah semua lancar dan
beres!”
Keseharian
beliau sekarang sebagai petani dan peternak. Beliau mempunyai kata mutiara yang
selama ini menjadi semacam pegangan untuk menjalani hidupnya: “Jangan lupa
beribadah untuk mengejar akhirat”. Cita-cita beliau setelah memasuki masa pensiun
adalah berternak dan berkebun.
***
Yang
ketiga adalah Tuti Sulastriningsih atau yang akrab di sapa Bu Tuti. Beliau adalah
wanita kelahiran Sleman, 11 November 1961, lahir dari pasangan RM Mochtar dan Subiyah.
Pendidikan terakhir orangtuanya adalah SMA dan SMP. Sang ayah adalah veteran, sedangkan
ibunya sudah wafat. Pendidikan terakhir Bu Tuti adalah SMEA.
Bu
Tutik gemar makan makanan apa pun, yang penting halal, katanya. Bu Tuti memulai
karir perkerjaan tepatnya tahun 1986 dengan berkerja sebagai honorer di BKKBN Sumatra
Selatan, selanjutnya pada tahun 1999 bertugas di BKKBN Bangka Belitung. Setelah
4 tahun, tepatnya tahun 2003, Bu Tuti bertugas di BKKBN Kabupaten Gunungkidul, pada
tahun 2019 beliau menjalani purna tugas dari jabatannya sebagai PLKB di DP3AKBPM
dan D Gunungkidul menempati pangkat IV/a.
Tuti
Sulastri Ningsih dikarunia 3 orang anak; anak pertama bernama Larasati
Kurniasari, lahir di Pangkal Pinang, 19 Juni 1992, dengan pendidikan terakhir S1,
anak kedua bernama Ferdyan Lolito, lahir di Pangkal Pinang, 5 Mei 1996, pendidikan
terakhir SMK, sedangkan anak yang terakhir bernama Cholifah Turrahman, lahir di
Pangkal Pinang, 12 April 1998, yang sekarang masih sebagai mahasiswa.
Bu Tuti dalam kesehariannya gemar ternak ayam
dan jaga ruko miliknya sendiri, serta punya usaha sampingan membuat kuliner wedang
uwuh, dengan brand, “Wedang Uwuh Spesial”. Selama bekerja sebagai
PLKB sekian lama ini, dia mempunyai kesan yang sangat mendalam terkait dengan pekerjaannya;
beliau merasa senang karena banyak teman dalam bekerja, bisa saling bantu satu
sama lain. Pesan beliau untuk teman-teman PKB se-Gunungkidul, “Mari tingkatkan
kekompakan dan jaga tali silahturahmi. Meskipun saya sudah purna tugas per
November ini, semoga persaudaraan dan silaturahmi selalu terjaga sampai kapan
pun.”
Keseharian
beliau sekarang membaca buku-buku yang bermanfaat, serta menekuni usaha
sampingannya itu: jaga ruko, ternak ayam, dan memproduksi kuliner. Beliau
mempunyai kata mutiara yang selama ini menjadi pegangan untuk dia menjalani
hidupnya: “Sehat semangat kreatif dan taat beribadah”. Cita-cita beliau setelah
memasuki masa pensiun adalah usaha sendiri dan berdagang, yang alhamdulillah sudah
sedikit terwujud. Bahkan,
orang Australia sudah ada yang mencicipi wedang khas bikinan Bu Tutik itu(*) [Sabrur Rohim, SAg, MSI, Pimred Cahaya
Keluarga & PKB Girisubo]
0 Comments