Oleh: Dwi
Lestiyandari (PKB Kecamatan Tepus)
Indonesia
merupakan salah satu negara berkembang yang sangat identik dengan kemiskinan.
Upaya penangganan masalah kemiskinan
yang ada di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan sejak zaman
Orde Baru
hingga saat ini, namun kesmiskinan tetap saja belum beranjak dari negeri ini.
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah saat ini antara lain:
bantuan Dana Desa, terbitnya Kartu
Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, bantuan Program Keluarga
Harapan, bantuan Raskin dan pengalihan subsidi yang diperuntukkan bagi
warga miskin.
Masalah
kemiskinan merupakan salah satu bagian dari permasalahan kependudukan yang ada
di Indonesia. Sehingga upaya-upaya dalam menanggulangi kemiskinan ini juga
dilakukan oleh Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan
pelaksanaan Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga
(KKBPK). Program KKBPK mencakup penangganan masalah kependudukan, keluarga
berencana dan pembangunan keluarga salah satunya adalah upaya memberantas
kemiskinan dengan berbagai kegiatan dilapangan.
Dalam
rangka mewujudkan misi Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional, yakni mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan
mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera, maka salah satu strateginya adalah
meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga melalui pembinaan keluarga
(BKB, BKR dan BKL), pembinaan remaja dalam menyiapkan
kehidupan berkeluarga melalui PIK-R, dan peningkatan pendapatan keluarga
melalui UPPKS. Salah satu kegiatan dalam upaya pembinaan remaja adalah dengan melaksanakan program PUP (Pendewasaan Usia Perkawinan).
Ada
banyak parameter untuk mengetahui ciri-ciri orang yang mengalami kemiskinan
salah satunya adalah tingkat pendidikan yang rendah dan penduduk berusia muda
berurban ke kota dengan tidak memiliki keterampilan yang cukup. Senada dengan
masalah tersebut, Emil Salim menggambarkan kemiskinan sebagai kurangnya
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok yaitu sandang, pangan,
dan papan. Orang yang miskin mempunyai lima ciri:
1. Umumnya
tidak memiliki faktor produksi
2. Tidak
memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri
3. Tingkat
pendidikan yang rendah
4. Kebanyakan
tinggal dipedesaan
5. Penduduk
yang berusia muda berurban ke kota dan tidak memiliki keterampilan yang cukup
(Emil Salim, 1984)
Kerangka Konsep
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)
Jumlah penduduk
Indonesia pada kelompok umur 10 – 24 tahun (remaja) sekitar 27,6 % atau kurang
lebih 64 juta jiwa dari total penduduk Indonesia berdasarkan sensus Penduduk
tahun 2010. Jumlah yang banyak ini memerlukan perhatian khusus dari semua
pihak. Oleh karena itu, diperlukan program dalam rangka menyongsong kehidupan
berkeluarga yang lebih baik, menyiapkan pribadi yang matang dalam membangun
keluarga yang berkualitas dan memantapkan perencanaan dalam menata kehidupan
keharmonisan keluarga.
Pendewasaan Usia
Perkawinan (PUP) ini merupakan bagian program dari Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang bertujuan untuk pengendalian penduduk
dan pembangunan keluarga, lebih spesifiknya untuk membentuk keluarga yang
berkualitas dari segi fisik, mental, ekonomi, sosial budaya, pendidikan,
keterampilan serta keyakinan beragama. Program PUP ini dilatarbelakangi oleh
beberapa hal antara lain: banyaknya pernikahan anak yang terjadi dimasyarakat,
banyaknya kehamilan yang tidak diinginkan, banyaknya perceraian akibat
pernikahan dini, banyaknya kasus perselingkuhan dan KDRT serta banyaknya
rumahtangga miskin akibat jumlah anggota keluarga. Maka dengan program
Pendewasaan Usia Dini yang digagas oleh BKKBN diharapkan mampu mengurangi masalah-masalah
di atas.
Pada pembahasan ini
penulis lebih memfokuskan pada relevansi PUP sebagai salah satu upaya
mengentaskan kemiskinan. Sebelum dibahas apa kontribusi kegiatan Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) terhadap
penanggulangan kemiskinan, maka perlu diketahui tentang gambaran
umum kegiatan PUP. Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya meningkatkan
usia perkawinan pertama saat mencapai usia minimal 21
tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.
Tujuan dari program pendewasaan usia
perkawinan adalah memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar
didalam merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek
kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, social,
ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran.
Perencanaan keluarga merupakan kerangka
dari program pendewasaan usia perkawinan. Kerangka ini terdiri dari tiga masa
reproduksi, yaitu: masa menunda
perkawinan dan kehamilan, masa menjarangkan kehamilan,
dan masa mencegah kehamilan. Di bawah
ini akan diuraikan secara rinci tentang program perencanaan
keluarga:
1. Masa
Menunda Perkawinan dan Kehamilan
Salah satu prasyarat untuk menikah adalah kesiapan
secara fisik, yang sangat menentukan adalah umur untuk melakukan pernikahan.
Secara biologis, fisik manusia tumbuh berangsur-angsur sesuai dengan
pertambahan usia.
Dalam masa reproduksi, usia di bawah 21
tahun adalah usia yang dianjurkan untuk menunda perkawinan dan kehamilan. Dalam
usia ini seorang remaja masih dalam proses tumbuh kembang baik secara fisik
maupun psikis. Proses pertumbuhan berakhir di usia 21 tahun, dengan alasan ini maka
dianjurkan perempuan menikah pada usia 21 tahun.
Apabila perempuan menikah di bawah
usia 21 tahun, itu dapat
mengakibatkan risiko kesakitan dan kematian yang timbul
selama proses kehamilan dan kelahiran.
2. Masa
Menjarangkan Kehamilan
Pada masa ini usia istri antara 21-35
tahun, dan merupakan periode yang paling baik untuk
hamil dan melahirkan karena mempunyai risiko paling rendah bagi ibu dan anak.
Jarak ideal untuk menjarangkan kehamilan adalah 5 tahun.
3. Masa
Mengakhiri Kehamilan
Masa mengakhiri kehamilan berada pada usia PUS diatas
35 tahun, sebab secara empirik diketahui melahirkan diatas usia 35 tahun banyak
mengalami risiko medis.
Kerangka program dari PUP juga mencakupkan membangun kesiapan ekonomi
keluarga. Salah satu faktor ketidakharmonisan keluarga pada umumnya disebabkan
oleh masalah ekonomi keluarga. Oleh
karena itu, dalam perencanaan kehidupan berkeluarga
perlu dipersiapkan kemapanan ekonomi (mempunyai pekerjaan tetap). Selain itu
juga kematangan psikologis remaja, diperlukan dalam menyiapkan kehidupan
berkeluarga agar mereka dapat menerima
keadaan fisik dirinya sendiri dan menggunakan tubuhnya secara efektif serta
mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya.
Kematangan sosial remaja juga sangat
diperlukan dalam penyiapan kehidupan berkeluarga agar dapat memahami dan
menyesuaikan diri baik dalam lingkungan yang baru maupun
antara lawan jenis, menjalankan peran sosial
dalam lingungan masyarakat dan mempraktekkan perilaku sosial
yang bertanggungjawab. (Direktorat Bina Ketahanan Remaja, BKKBN 2012)
Relevansi
PUP dalam Memutus Rantai Kemiskinan
Menunda
perkawinan dan kehamilan hingga mencapai usia ideal 21 tahun bagi perempuan dan
25 tahun bagi laki-laki akan membawa dampak yang positif dalam menyiapkan fisik
dan psikis bagi remaja. Usia yang ideal untuk melahirkan adalah usia 21-35 tahun
hal ini dikarenakan secara fisik perkembangan reproduksi dan jalan lahir sudah
cukup optimal. Karena jika kehamilan terjadi pada usia kurang dari 21 tahun,
maka beberapa risiko yang dihadapi al: persalinan yang sulit dengan segala
komplikasinya yang disebabkan karena rahim dan panggul ibu belum berkembang
dengan baik, perkembangan otak janin terhambat, berat badan lahir rendah (BBLR)
yaitu kurang dari 2500 gram, kegagalan pemberian ASI dan tidak optimalnya
merawat bayi yang akan berdampak bagi kematian/kesakitan bayi.
Risiko-risiko diatas akan berimplikasi terhadap keluarga khususnya beban ekonomi yang harus
ditanggung. Persalinan yang sulit akan membutuhkan biaya perawatan dokter yang mahal,
adanya BBLR pada bayi juga akan berpengaruh pada ekonomi keluarga karena
derajat kesehatan yang rendah dibutuhkan biaya kesehatan dan asupan gizi yang
lebih baik, kegagalan dalam memberikan ASI juga akan berpengaruh pada perekonomian
keluarga yaitu dengan adanya pengeluaran tambahan untuk pembelian pengganti ASI
yang harganya relatif lebih mahal. Pasangan yang menikah di bawah umur yang belum
memiliki kesiapan secara mental, biologis dan psikologis belum mampu untuk
memenuhi kebutuhan hidup rumahtangganya sehingga belum bisa mengupayakan tempat
tinggal sendiri, pemenuhan kebutuhan pendidikan anak, pemenuhan kebutuhan
kesehatan maupun pemenuhan kebutuhan bersosial hal ini akan menjadi tanggungan
dari orangtua pasangan menikah muda tersebut. Pada akhirnya beban tanggungan
orangtua menjadi lebih berat.
Selain itu, dengan menikah muda maka pendidikan yang dimiliki oleh
pasangan tersebut juga relatif rendah. Hal ini
akan berpengaruh terhadap ekonomi keluarga. Tingkat pendidikan akan
mempengaruhi dalam mendapatkan jenis pekerjaan. Seseorang yang mempunyai
tingkat pendidikan dan pengetahuan yang memadai tentu akses untuk mencari
pekerjaan semakin luas. Dengan bekal pendidikan dan pengetahuan yang pas-pasan,
maka sektor pekerjaannya pun
juga sangat terbatas. Jenis pekerjaan biasanya hanya mengandalkan fisik dan
nilai ekonomi yang sangat kecil. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap
pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga yang kurang menjadi ciri dari
kemiskinan.
Akibat
pernikahan dini menyebabkan pasangan ini tidak dapat mengakses pekerjaan yang
gajinya memadai. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan akibat
putus sekolah. Hal seperti di ungkapkan oleh Desstia Loveana dalam penelitiannya
di Pamulang Barat, Kecamatan Pamulan, Banten. Penelitian itu menujukan bahwa
pernikahan dini menyebabkan putus sekolah. Akibat putus sekolah, pasangan
tersebut hanya dapat bekerja sebagai security,
cleaning service, penjaga parkir
dengan gaji yang relatif rendah (Desstia
Loveana, 2014).
Pendidikan
yang rendah sebagai akibat pernikahan dini memaksa mereka untuk menggeluti
pertanian dengan lahan yang terbatas karena hanya itulah yang mereka kerjakan
dengan modal tingkat pendidikan dan pengetahuan yang terbatas. Dan kondisi ini
akan turun temurun terhadap generasi berikutnya jika tidak ada pemberian
pengetahuan dan pemahaman terhadap keluarga. Rumah tangga yang miskin
selanjutnya tidak dapat menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang
yang lebih tingi karena keterbatasan ekonomi keluarga.
Rendahnya
tingkat pendidikan yang dimiliki oleh anggota keluarga menyebabkan kesulitan
untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga untuk pemenuhan hidup. Selain itu
juga menghambat untuk memanfaatkan sumber daya
alam yang ada di sekitar mereka
secara optimal. Selain pendidikan formal, pengetahun yang dimiliki juga rendah,
hal ini mengakibatkan ketidakmampuan dalam menciptakan usaha mandiri guna
menopang ekonomi keluarga. Di sinilah kerangka program Pendewasaan Usia
Perkawinan diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam meningkatkan pendidikan
dan mencegah bahkan memutus rantai kemiskinan.
Konsep
yang kedua dari perencanaan keluarga adalah
penggarapan pada masa menjarangkan kehamilan. Mengapa masa ini perlu
mendapatkan perhatian yang khusus, karena dengan
jarak anak ideal yaitu 5 tahun diharapkan keluarga mampu memberikan kecukupan
dari sisi fisik dan psikis pada anak. Dengan memberikan perhatian yang baik
terhadap anak diharapkan mampu tumbuh dan berkembang
dengan baik dan akan menghasilkan generasi yang berkualitas. Generasi yang
berkualitas nantinya akan mampu meraih kehidupan yang lebih baik.
Selain
itu pengaturan jarak kehamilan juga akan memberikan kesempatan kepada orangtua
dalam hal pemenuhan biaya pendidikan dan kesehatannya. Harapannya keturunan
yang dihasilkan mampu menikmati pendidikan yang lebih baik sehingga saat dewasa
dapat mengakses pekerjaan atau mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.
Terpenuhinya biaya kesehatan akan meningkatkan derajat kesehatan anak maupun
anggota keluarga yang lain. Dengan derajat kesehatan yang baik sejak dini,
maka keluarga ini diharapkan dapat berdaya guna secara optimal baik dari segi
fisik dan pikirannya. Hal inilah yang membuat konsep PUP mampu membantu
meningkatkan kemampuan dan daya tahan keluarga baik jasmani maupun rohani
sehingga mampu meningkatkan pendapatan keluarga dan dapat mengentaskan
kemiskinan dari keluarga tersebut.
Konsep ketiga dari perencanaan keluarga adalah masa mengakhiri kehamilan.
Konsep ini dikembangkan dalam program PUP karena secara empiris kehamilan lebih
dari 35 tahun akan membawa risiko terhadap kesehatan ibu dan bayi. Apa
relevansinya dengan kemiskinan, artinya bahwa derajat kesehatn yang tidak baik
akan mengahasilkan generasi yang tidak berkualitas hal ini akan semakin
memperburuk keadaan khususnya dari sisi ekonomi.
Tujuan lain dari program PUP adalah mewujudkan kesiapan ekonomi keluarga.
Hal ini sangat penting karena salah satu faktor kemiskinan adalah disebabkan oleh
masalah ekonomi. Dengan adanya program PUP diharapkan remaja dapat
mempersiapkan diri ketika akan memasuki jenjang pernikahan khususnya dalam hal
ekonomi. Dengan merencanakan ekonomi keluarga sebelum memasuki perkawinan
diharapkan tingkat ekonomi keluarga akan menjadi stabil dan tangguh. Hal ini
akan memberikan keuntungan bagi keluarga karena dapat menjaga keharmonisan
rumah tangga. Kestabilan ekonomi juga akan menghindarkan keluarga jatuh ke
dalam kemiskinan.
Program PUP yang lain adalah meempersiapkan kematangan psikologi remaja. Kematangan
psikologi pasangan yang akan menikah sangat diperlukan untuk menghadapi
berbagai persoalan dalam rumah tangga karena perjalanan kehidupan rumah tangga
tidak selalu mulus. Rumah tangga yang tidak dipersiapkan secara psikologis akan
rentan terhadap permasalahan misalnya kekerasan dalam rumah tangga hingga
perceraian pasangan suami istri. Efek dari keretakan dalam rumah tangga apalagi
sampai berujung pada perceraian ialah adanya tekanan mental dan memberikan efek
terhadap ekonomi keluarga. Perceraian dalam keluarga juga akan menyebabkan
kemiskinan karena berkurangnya sumber pendapatan keluarga. Kemiskinan tersebut
juga akan berimabas terhadap kurangnya pendidikan yang akan diterima anak, yang
nantinya juga menjadi sumber kemiskinan, sehingga akan terus melanggengkan
kemiskinan yang turun temurun (kemiskinan struktural).
Selain hal-hal tersebut di atas, program PUP diharapkan akan menciptakan
kematangan sosial bagi remaja. Kematangan sosial ini sangat fundamental karena
manusia secara kodrati tidak dapat hidup secara sendiri. Dalam pergaulan dengan
orang-orang sekitar diperlukan kesiapan dengan kemampuan untuk menyesuaikan
dengan lingkungan. Dalam interaksi sosial di masyarakat, manusia atau keluarga
harus mengambil peran dalam lingkungan sosial masing-masing. Untuk dapat
memerankan diri dengan baik dalam pergaulan sosial juga diperlukan kesiapan
mental. Selain itu, dengan menyiapkan kematangan sosial, maka individu atau keluarga akan lebih dapat
mempertanggungjawabkan segala tindakannya dengan tidak melanggar norma
masyarakat dan juga merugikan kepentingan diri sendiri dan orang sekitarnya.
Ketika individu atau keluarga dapat menyesuaikan diri dan memerankan diri dalam
lingkunganya, maka ia dapat fokus untuk memenuhi kebutuhan ekonominya karena
situasi yang kondusif dengan lingkungannya.
Penutup
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dilihat bahwa program PUP akan
memberikan individu lebih siap dalam memasuki usia perkawinan. Hal itu
dikarenakan program PUP akan memberikan kemampuan kepada individu dalam merencanakan
keluarga, mempersiapkan ekonomi keluarga, kematangan psikologi, dan mempersiapkan
kematangan sosial. Dengan persiapan tersebut diharapkan nantinya dapat
membentuk keluarga yang kuat dari segala aspek baik ekonomi, kesehatan fisik
dan mental, dan kehidupan sosial. Keluarga yang tangguh secara ekonomi,
kesehatan yang optimal dan kehidupan sosial yang baik tentu akan dapat
menciptakan generasi yang lebih baik pula. Dalam konteks ekonomi, maka individu
yang telah siap memasuki perkawinan akan jauh lebih stabil dan akan dapat mengakses
sumber-sumber ekonomi secara lebih baik. Ekonomi yang baik tentu saja akan
menghindarkan generasi berikutnya dari kemiskinan struktural.(*)
0 Comments