Rakor "Orientasi Program KKBPK dan Peningkatan Kapasitas TI Bagi Penyuluh KKBPK DIY" digelar selama dua angkatan, Rabu sd Kamis (21-22/3) pekan ini. Hadir dalam even ini para penyuluh dari 5 kabupaten/kota di wilayah DIY, beserta admin e-visum dan admin Kampung KB dari 5 kabupaten/kota. Adapun jajaran pejabat struktural yang hadir adalah Kaper BKKBN DIY, Drs Bambang Marsudi, didampingi Dra Ita Suryani, MKes, serta sosok yang akhir-akhir ini paling "wanted" bagi para PKB, yakni Kasubdir Lini Lapangan BKKBN Pusat, I Made Yudhistira Dwipayana, MSi.
Kaper BKKBN menyampaikan hal-hal normatif tentang keharusan PKB untuk terus meningkatkan kinerja agar target-target kita bisa cepat tercapai. Kegiatan e-visum, ujar Kaper, seharusnya tidak mengganggu kinerja penyuluh. Dalam pertemuan ini, Kaper juga menyampaikan informasi tentang prosentasi penyuluh yang telah mengikuti ujian sertifikasi, yakni 90% lebih. Secara simbolik, Kaper memberikan sertifikat penyuuluh profesional kepada dua perwakilan dengan nilai ujian di atas rata-rata, Munasir (Sleman) dan Dwi Winarsih (Gunungkidul).
Made Yudhistira menggunakan waktu cukup panjang untuk menyampaikan materinya, tetapi lebih berkutat pada permasalah e-visum PKB. Beberapa permasalahan terkait e-visum, kata Made, sudah sangat banyak yang disampaikan, tetapi intinya pada kendala sinkronisasi. Kegiatan yang tidak sinkron, ujar Made, bisa disebabkan banyak hal: sinyal HP, waktu sinkronisasi, wilayah/geografis, atau bisa juga fakto spek HP. Penyebab utamanya memang server di Pusat-nya yang berkapasitas kecil. Kita hanya memiliki 32 server, digunakan oleh sekitar 15.000-an penyuluh, yang hampir tiap detik aktif. Maka terjadilah apa yang disebut dengan 'bottle neck', yakni suatu fenomena ketika di bawah penuh sesak, terjadi antrean panjang, tetapi yang keluar sedikit.
Maksudnya, kata Made, ketika jumlah PKB-nya 15.000-an sementara servernya hanya 32, maka akan ada antrean yang sangat panjang untuk sinkronisasi kegiatan yang sudah diinput ke aplikasi e-visum. Yang pertama sinkron tentu kegiatan PKB yang antreannya paling awal, yang terdekat dengan permukaan 'bottle', baru kemudian yang di bawahnya, begitu seterusnya. Sebenarnya pada akhirnya semua akan sinkron. Hanya saja, kita mau bersabar atau tidak menunggu antrean kita sampai di tempat teratas untuk kemudian "keluar" (sinkron). Bagi yang tidak bersabar tentu akhirnya menempuh cara-cara tertentu dengan kreasi dan inovasi sendiri-sendiri, ada yang melakukan "uninstall", pakai 2 HP, dll. Jika jalan tetap buntu, akhirnya banyak yang tertekan, 'kepikiran', dan akhirnya mengganggu kinerja. Berbagai keluhan yang datang ke saya akhir-akhir ini berpangkal dari situ, ujar Made.
Bina Linlap tentu sangat paham dengan kegelisahan teman-teman PKB, dan menjadi beban tersendiri jika tidak diatasi. Maka, untuk mengatasi hal itu, lanjut Made, Bina Linlap BKKBN Pusat telah mencarikan solusinya, yakni dengan trip plan processing. Dengan cara ini, nanti teknisnya satu server untuk satu pengguna (user). Dengan kata lain, seorang PKB nanti menggunakan satu server, sehingga tidak ada model antrean lagi. Jika sekarang jumlah PKB ada 15.131 orang, maka servernya juga sejumlah itu. Kita akan mengimpor alatnya dari Singapura. Data-data di e-visum yang lama akan dimigrasikan ke sistem aplikasi yang baru itu.
Aplikasi one server one person ini, tambah Made, rencananya akan diujicobakan pada April 2018 dengan mengambil sampel 20% PKB yang diambil dari masing-masing wilayah (provinsi). Syukur lagi jika yang akan berpartisipasi dalam uji coba itu nanti lebih banyak lagi. Jadi dalam masa ujicoba nanti, PKB akan menggunakan dua aplikasi sekaligus untuk menginput kegiatan, yakni e-visum versi lama (32 server untuk seluruh PKB) dan versi baru (1 server 1 PKB). Nanti akan dibandingkan, mana yang lebih cepat. Artinya, apakah dengan sistem 1 server 1 person itu akan lancar sinkronisasinya, ataukah sama saja. Logikanya, seharusnya lebih cepat dan lebih lancar, karena tidak lagi ada antrean. Namun intinya, selama masa ujicoba nanti, para PKB diharapkan memberi masukan dan saran kepada tim teknis Bina Linlap Pusat. Jika memang bagus, maka aplikasi itulah yang akan digunakan ke depan.
"Ini memang sesuatu yang tidak bisa ditawar. Saya sudah sampaikan ke pimpinan saya, bahwa pilihannya cuma dua: stop penggunaan e-visum yang lama (32 server, --red.), atau kita ganti dengan yang baru (1 server 1 person, --red.). Memang biayanya mahal. Harus mengimpor dari negara tetangga. Tetapi itu satu-satunya jalan agar program ini berjalan, sebagai syarat bagi PKB untuk menerima tunjangan," kata Made.
Made juga memohon agar tidak menyebarkan informasi yang tidak benar, misalnya dengan menganjurkan "uninstall" pada perangkat e-visum, karena jika itu ditempuh, maka bukan saja aplikasinya yang akan hilang, tetapi juga data-data di dalamnya. Bagi PKB yang memiliki solusi seperti "uninstall" agar diuji dulu keabsahannya sebelum disebarluaskan ke rekan-rekan lainnya.
Perhitungan tukin PKB, papar Made, tidak berdasarkan presensi, tetapi dari hasil kegiatan penyuluhan dan non penyuluhan yang dilakukan. Maka yang tidak mengisi e-visum otomatis tidak akan mendapatkan tukin.
Jika sinkronisasi tetap sulit, maka jalan yang paling bijak adalah dengan "capture" atau "screenshoot" kegiatan y ang tidak tersinkron tadi, kemudian dicetak (diprint) lalu dilampirkan bersama visum manual, sebagai bukti untuk menutupi kekurangan persentase capaian kegiatan (100%) pada e-visum.
Bina Linlap BKKBN, kata Made, masih akan terus berproses menyempurnakan sistem dan aplikasi dengan menambah waktu di tahun 2017 menjadi setahun ke depan. Jadi sangat dimohon agar teman-teman PKB di lapangan terus maksimal bekerja sesuai tupoksinya untuk membangun program KKBPK dengan penggunaan evisum, agar BKKBN Pusat bisa terus memantau e-visum teman-teman di lapangan.
Terakhir sekali, Made menghimbau agar kita tidak panik dan selalu berfikir positif, karena jika kita hanya terfokus dengan isu evisum saja, maka isu-isu lain yang terkait dengan program KKBPK yang jauh lebih penting justru terabaikan. "Ciptakan persepsi positif untuk semua PKB, karena perubahan itu membutuhkan proses dan waktu. Jangan sampai persepsi negatif lebih dominan dan menjadi penghambat rekan-rekan PKB yang baru saja mulai berproses untuk berubah. Kasihan mereka yang baru saja belajar menggunakan IT karena keharusan memakai aplikasi e-visum ini, menjadi antipasti dan bahkan pesimis hanya karena mendengar isu-isu yang negatif tentang aplikasi ini. Mari tetap semangat dan maksimal dalam bekerja. Mari kita hadapi, jalani, nikmati, dan syukuri," pungkas Made.(*) [gus broer, girisubo]
0 Comments