Koresponden: Sabrur Rohim, SAg, MSI (Girisubo)
Penulis saat menyerahkan biaya hidup kepada Selfi Yuliana |
Jogjakarta | Dalam rangka meningkatkan kesertaan KB MKJP (metode kontrasepsi jangka panjang), Bidang KB-KR Perwakilan BKKBN DIY bekerjasama dengan beberapa faskes dan OPD KB kabupaten/kota menyelenggarakan pelayanan operasi tubektomi. Pelaksanaannya dibagi dalam beberapa tahap, sesuai wilayah masing-masing, dengan faskes (rumah sakit) yang berbeda-beda, antara lain: RS Bhayangkara, RSKIA Sadewa, RS Happy Land, RS Griya Mahardika, RSUP Dr Sardjito, RS Bethesda Lempuyangwangi, RSUD Wates, serta Puskesmas Sleman Unit Rawat Inap Nyaen. Untuk wilayah Gunungkidul dilaksanakan pada Selasa (28/9) silam, bertempat di klinik kontap RSUP dr Sardjito, Sleman, Yogyakarta.
Menurut Sihana, SPd, Sub Koordinator Bina Kesertaan KB Jalur Wilayah Khusus, Perwakilan BKKBN DIY, di seluruh DIY sampai hari ini sudah terlayani sebanyak 100 akseptor MOW dan 39 akseptor MOP.
Pada pelayanan hari Selasa (28/9) itu, dari Gunungkidul dikirimkan 8 (delapan) orang calon peserta MOP/tubektomi yang terdiri dari beberapa kapanewon. Dari Semin 5 orang, sedangkan dari Wonosari, Karangmojo, dan Girisubo masing-masing 1 orang. Dan, alhamdulillah, ke 8 akseptor tersebut semuanya berhasil dioperasi secara sukses dan lancar. Lebih dari itu, pelaksanaan operasinya juga relatif cepat. Belum jam 12 siang, operasi telah selesai dilakukan untuk 8 orang itu. Padahal, biasanya di waktu-waktu (tahun) sebelumnya, waktu pelaksanaannya cukup lama.
Laparoskopi
Menurut Sihana, pelaksanaan operasi tubektomi yang kali ini lebih cepat tidak lepas dari teknik laparoskopi yang diterapkan di klinik kontap RSUP dr Sardjito dalam melakukan tindakan operasi tubektomi.
Dijelaskan oleh Sihana, bahwa laparoskopi adalah jenis prosedur operasi bedah yang memungkinkan ahli bedah untuk mengakses bagian dalam perut dan panggul tanpa harus membuat sayatan yang besar di kulit. "Sayatannya hanya berkisar 3-4 mili," kata Sihana.
Prosedur ini, lanjut Sihana, juga dikenal sebagai operasi lubang kunci atau operasi invasif minimal. Melalui tindakan laparoskopi dengan menggunakan alat laparoskop, pasien bisa menghindari sayatan besar yang biasa dilakukan pada operasi konvensional. Laparoskop berbentuk seperti sebuang tabung kecil. Alat ini dilengkapi dengan cahaya dan kamera berfungsi untuk menyampaikan gambar bagian dalam perut atau panggul ke monitor di luar. Dalam operasi tubektomi, selain laparoskop, yang dimaksukkan ke perut adalah alat penjepit untuk menjempit 2 (dua) saluran tuba falopi yang akan dipotong.
"Cara ini banyak dipilih karena memiliki beberapa keuntungan. Di antaranya adalah waktu pemulihan lebih cepat, mengurangi rasa sakit dan perdarahan setelah operasi karena sayatannya lebih kecil dan pendek, selain itu juga mencegah timbulnya jaringan parut," papar Sihana.
"Cara ini banyak dipilih karena memiliki beberapa keuntungan. Di antaranya adalah waktu pemulihan lebih cepat, mengurangi rasa sakit dan perdarahan setelah operasi karena sayatannya lebih kecil dan pendek, selain itu juga mencegah timbulnya jaringan parut," papar Sihana.
Kepala Bidang KB dan Dalduk DP3AKBPM dan D Gunungkidul, Dra Dwi Iswantini, yang hari itu juga ikut mendampingi rombongan Gunungkidul menambahkan, bahwa teknik laparoskopi berbeda dengan teknik lama, laparotomi. Yang disebutkan terakhir adalah juga operasi sayatan, tetapi lebih panjang/lebar, karena tujuannya adalah melihat organ bagian dalam pasien secara langsung dengan mata telanjang (berbeda dengan laparotomi di mana kondisi bagian dalam perut ditampilkan oleh monitor yang terhubung dengan kamera).
"Karena sayatan lebih panjang/lebar inilah, maka pasien harus dibius total (anestesi umum). Efek lainnya, karena sayatan yang panjang/lebar, sakit yang dialami pasien lebih terasa, penyembuhan luka lebih lama, dan berpotensi menciptakan jaringan tubuh," papar Dwi.
Syarat longgar
Dengan teknik laparoskopi ini, persyaratan-persyaratan yang ketat dari teknik laparotomi jadi diperlonggar. Dengan teknik laparoskopi, berat badan pasien tidak jadi masalah, begitupun eks pasien caesar, pasien dengan tensi tinggi, tetap bisa dilayani. Dengan teknik laparotomi, berat badan calon akseptor dibatasi maksimal 80kg, bahkan di beberapa faskes dibatasi paling berat 60kg. "Nyatanya kemarin banyak yang berat badannya over tidak jadi masalah. Bahkan ada yang beratnya 130kg tetap bisa dioperasi dengan sukses dan lancar. Ini merupakan salah satu berkah dari teknik laparoskopi ini. Lebih mudah, cepat, dan yang jelas lebih nyaman untuk kesehatan dan keselamatan pasien," pungkas Sihana.
Rapid test dan biaya hidup
Dikarenakan pelayanan kali ini di masa pandemi covid-19, maka selain screening, calon pasien juga diwajibkan untuk melaksanakan rapid test di faskes tingkat kapanewon. Tujuannya adalah untuk mendeteksi ada tidaknya paparan virus di dalam tubuh pasien sebelum menjalani operasi di rumah sakit. Kesehatan fisik pasien sebelum operasi adalah mutlak dan tidak bisa ditawar lagi.
Kepala UPT Puskesmas Girisubo, Sugondo, SST, MM, menyambut baik pelayanan KB tubektomi di RSUP dr Sardjito, hal mana salah satu warga Kalurahan Jerukwudel, Girisubo, atas nama Selfi Yuliana menjadi salah satu akseptor. Pada Sabtu (26/9) Selfi datang ke UPT Puskesmas untuk melaksanakan rapid test di bagian laborat. Sugondo sangat mengapresiasi keinginan Selfi untuk menjadi akseptor MOW.
"Saya sangat mengapresiasi keinginan Bu Selfi, semoga akan menjadi inspirasi dan motivasi PUS lain untuk mengikuti program ini. Sebab, capaian MKJP di kapanewon kita masih rendah, terutama MOW dan MOP. Dengan ikutnya Bu Selfi ini, tentu akan menambah angka kesertaan MKJP jalur kontap. Saya berterimakasih kepada jajaran PKB dan bidan pembina wilayah yang telah bekerja keras mengedukasi masyarakat, mengajak masyarakat, untuk mengikuti MKJP kontap ini. Ke depan, semoga peminatnya makin banyak," ungkap Sugondo.
Salah satu hal yang baru dalam pelayanan MOW tahun ini, bahwa dari BKKBN memberi santunan biaya hidup Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) kepada akseptor yang sukses menjalani operasi MOW. Besaran biaya tersebut diasumsikan untuk kompensasi selama 3 hari istirahat di rumah. Karena hanya di rumah dan tidak bekerja, sehingga tidak memiliki penghasilan, maka pemerintah mengganti per harinya Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah).
Ketika penulis selaku penyuluh datang ke rumah Selfi untuk melakukan pembinaan akseptor dan menyampaikan dana tersebut, beliau merasa senang dan berterimakasih. Dana tersebut sangat berarti karena selepas operasi MOW Selfi sementara ini absen untuk kegiatan ekonomi membuat roti demi menambah penghasilan suami. "Saya sangat berterimakasih kepada semua pihak yang membantu saya sehingga sukses ikut program ini. Semoga ke depan banyak warga di Girisubo yang mengikuti langkah saya ikut KB kontap," kata Selfi.(*)
0 Comments